JESUS IS THE CENTRE

²⁰Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.” ²¹Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. ²²Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. ²³Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah² benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah² demikian ²⁵Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu,
bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.” ²⁶Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.” (Yohanes 4)

Bacaan Alkitab
Imamat 5-6

Pernah ada dan selalu ada dialog yang berkenaan dengan Teosentris & Kristosentris, yang dipahami secara sederhana diartikan Teosentris adalah pandangan yang berpusat pada Tuhan, dan Kristosentris adalah pandangan yang berpusat pada Kristus. Dalam pendekatan tertentu (iman Kristen) hal ini tidak menjadi masalah, karena ketika kita memahami Teosentris maka Teo yang diartikan Tuhan merujuk kepada Tuhan Bapa. Namun dalam nuansa tertentu – mentalitas & semangat posmo – hal ini membutuhkan sikap yang tegas, khususnya ketika menempatkan kekristenan menjadi salah satu agama dari sekian banyak agama yang sama² berpusat kepada Tuhan. Bila kita menerimanya, maka Kristus akan ditempatkan hanya setara dengan para nabi, yang diterima sebagai pembawa agama masing². Kristus bukan lagi sebagai Firman yang menjadi manusia (Yohanes 1:1 & 14) dan Kristus Yesus adalah Allah; dan Alkitab ditempatkan hanya dalam posisi yang sama dengan buku² yang dimiliki oleh masing² agama sebagai kitab-nya. Bukan lagi sebagai Pernyataan Allah secara Spesial yang dinyatakan melalui Segala Tulisan yang diilhamkan Allah melalui penulis²-nya (2 Timotius 3:15-17)

Ketika pemahaman yang dianggap tolerantif & inklusif ini mulai diterima, maka tanpa disadari – lambat laun – akan memberi pengaruh dalam menjalani kehidupan beragama (kekristenan), yang mungkin secara fenomenal tidak terjadi perubahan, namun secara orientasi sudah sangat bergeser. Kristus bukan saja digeser secara posisi, bahkan akhurnya mulai ditiadakan. Masih Ingatkah kita tatkala tahun lalu kita telah diingatkan tentang topik Kristen Tanpa Kristus.

Bila kondisi seperti ini, akankah berpengaruh dalam Ibadah² yang dilaksanakan di gereja, ibadah dengan gegap gempita ditegakkan tetapi kehilangan Sang Pusat Ibadah itu sendiri?

Refleksi:

  1. Ibadah & penyembahan bukanlah soal di mana-nya, tetapi siapakah yang disembah.
  2. Ketika kita beribadah & menyembah, apakah kita mengenal siapakah yang kita sembah? Pernahkah kita berjumpa dengan-Nya yang berkata: Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.”
  3. Sudahkah kita menempatkan Kristus sebagai pusat penyembahan kita?

(JP)