CINTA BERKAT-NYA ATAU PEMBERINYA?
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” Ayub 1:20-22
Bacaan Alkitab
Ayub 1:20-22
Ada seorang pemuda yang ingin sekali membeli smartphone terbaru yang sedang tren. Setelah mengumpulkan uang dari hasil kerjanya, kemudian ia membeli smartphone yang diinginkannya. Pemuda itu sangat senang bisa membeli smartphone canggih tersebut. Dengan smartphone canggih itu, ia bisa menggunakannya untuk berkomunikasi, untuk urusan pekerjaan, dan berbagai hal lainnya. Namun sejak memiliki smartphone tersebut, justru membuatnya sering menghabiskan waktunya didepan layar smartphone-nya. Sampai mengurangi waktu doa, waktu baca firman, waktu bersekutu dengan teman-teman di gereja. Bahkan ketika beribadah, seringkali konsentrasinya justru tertuju pada smartphone kesayangannya. Seolah smartphone itu tidak bisa lepas dari genggamannya. Tanpa sadar ia telah menjadikan smartphone itu menjadi berhala dalam hidupnya.
Apa yang Anda pikirkan saat membaca cerita tersebut? Mungkin saya dan Anda bisa berkata: “ah…hal tersebut tidak mungkin terjadi pada saya.” Akan tetapi jika mau jujur mengakui, kadang kala saya dan Anda bisa seperti pemuda dalam cerita tersebut. Ketika keluarga, usaha, pekerjaan, studi, apa yang saya dan Anda kerjakan diberkati, maka tanpa sadar bisa mencondongkan hati saya dan Anda pada berkat-berkatNya. Yohan Candawasa dalam bukunya mengingatkan: “siapa yang berpegang dan mengikatkan diri pada pemberian, akan membuatnya menjauh dari-Nya, karena ia terus bersandar dan mencari rasa aman dari pemberian-Nya.” Jadi, semua berkat dan pemberian Tuhan itu, seharusnya membuat saya dan Anda semakin mengasihi dan mencintai Tuhan, Sang sumber berkat.
Ayub adalah salah satu pribadi yang memberi keteladanan, sebagai seorang pengusaha yang begitu mengasihi dan mencintai Tuhan. Ketika dalam masa kejayaan hatinya tetap berpaut pada Tuhan, bukan pada kekayaannya. Pun saat mengalami kehilangan dan kebangkrutan, ia tetap mengasihi dan mencintai Allah- nya. Hal tersebut nampak dalam kalimat yang ia ucapkan “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”
Refleksi: Mari renungkan kalimat yang ditulis oleh Asaf: “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” (Maz. 73:26).-Sp