MENDENGAR, MELIHAT & MEMULIAKAN

¹⁵Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” ¹⁶Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. ¹⁷Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. ¹⁸Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. ¹⁹Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. ²⁰Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. Lukas 2

Bacaan Alkitab

2, 3 Yohanes

Secara manusiawi, biasanya kita tidak bisa tinggal diam ketika sesuatu yang besar (bahkan extraordinary) terjadi kepada kita. Bahkan kita ingin menjadi pemberita/pencerita pertama sebelum orang lain menceritakan hal yang sama. Sifat seperti itu ternyata ada di dalam diri para gembala setelah mereka mengalami peristiwa besar dengan munculnya para malaikat & bala tentara sorga, langkah konfirmatif diambil yang akhirnya membawa para gembala ini berjumpa dengan Maria & bayi Yesus. Cerita para gembala telah membuat takjub bagi mereka yang hadir di sana.

Sifat & sikap ini tidak berhenti sampai di sini – di hadapan Maria, bayi Yesus & mereka yang ada di sana saja. Tatkala mereka kembali, pujian & kemuliaan bagi Allah senantiasa dikumandangkan. Mengapa? Alasan sederhana yang dapat kita petik dari ayat 20 yakni, karena mereka mendengar, mereka melihat dan terkonfirmasi kebenarannya. Kalau boleh saya gunakan istilah lain, para gembala telah mengalami Personal Encounter.

Pertanyaan penting yang bisa kita ajukan adalah, apakah mereka berhenti untuk menceritakan peristiwa akbar yang baru mereka alami? Atau hanya sebatas kepada Maria & orang² yang hadir di sekitar palungan saja? Atau mereka tidak akan sanggup untuk membungkam dirinya tidak bercerita kepada yang lain? Misalkan, rekan sejawat (gembala lain) yang tidak hadir dalam peristiwa itu; kepada keluarga di rumah – kepada istri, anak², orangtua & kerabat lain.

A Bearer of Blessings mungkin (dalam beberapa hal) tidak perlu kita terjemahan dengan menyediakan berbagai hadiah Natal, namun kerinduan kita untuk menceritakan kembali tentang peristiwa Natal yang paling Personal bagi kita – yakni tatkala Yesus telah lahir dalam palungan hati kita masing² – menjadi sukacita & damai sejahtera yang tak terbendung.

Sebaliknya, bila kita tidak bersedia/ enggan untuk mengisahkan Yesus yang lahir dalam hati kita, maka secara praktis kita telah menjadi A Barrier (bukan Bearer) of Blessings. Atau jangan², kita belum pernah mengalami blessing yang luar biasa itu; belum mengalami Personal Encounter itu; Yesus belum ber-natal di hati kita?

DOA: Ya Tuhan, kekristenan seperti apa yang kami alami & jalani pada saat ini sebenarnya bukan terletak pada berapa lama kami telah menjadi anggota gereja & berkepercayaan Kristen, melainkan apakah kami telah mengalami peristiwa yang mahapenting, yakni Engkau lahir dalam hati kami. Kami mungkin pernah mendengar, pernah melihat tapi mungkin masih mengeraskan hati kami. Hadirkan & lahirlah ya Yesus dalam hatiku. Amin. (HP)