ORANG TUA SEBAGAI AGEN KASIH
Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak- anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:4)
Bacaan Alkitab
Yesaya 64-66
Menjadi orang tua yang berperan sebagai agen kasih Allah bagi anak-anak sekilas nampaknya cukup mudah karena orang tua mana yang tidak mengasihi anaknya. Namun jika mau melihat secara jujur, banyak orang tua yang bergumul dan berada di salah satu di antara dua sudut ekstrem; memanjakan anak, atau memaksakan kehendak kepada anak. Paul Tripp dalam buku Parenting; 14 Gospel Principles that Can Radically Change Your Family, memulai dengan membedakan antara ownership parenting dan ambassadorial parenting. Ownership parenting dimotivasi dan dibentuk oleh apa yang orang tua inginkan bagi anaknya dan dari anaknya, sedangkan ambassadorial parenting menekankan tentang apa yang Allah inginkan melalui orang tua di dalam diri anak. Dengan melihat kembali pada definisi ‘agen kasih Allah’ di mana kita berperan sebagai perantara, maka apa yang disampaikan Paul Tripp sebagai ambassadorial parenting ini penting untuk kita simak.
Kesadaran akan Ambassadorial Parenting membawa kita pada pemahaman bahwa parenting adalah kepercayaan yang besar dari Allah, dan—sama seperti kepercayaan lainnya yang Allah berikan—kita tidak dipilih karena kita memiliki kemampuan untuk mengerjakannya. Dia memberikan kita kepercayaan yang mustahil untuk kita kerjakan agar kita senantiasa mencari Dia dan bergantung kepada-Nya. Berbanding terbalik dengan itu, dalam Ownership Parenting, orang tua yang merasa diri ‘punya kemampuan’ akan cenderung menjadi orang tua yang membanggakan kemampuannya dan dengan demikian menjadi kurang sabar terhadap kelemahan anak. Orang tua yang merasa ‘mampu’ menjalankan peraturan akan memberikan lebih banyak peraturan kepada anak dan cepat menghakimi jika anak-anak gagal. Orang tua yang merasa ‘mampu’ akan menjadikan anak sebagai trophy keberhasilan yang ingin ditunjukkan ke orang.
Orang tua yang merasa diri ‘mampu’ tidak akan memainkan peranan sebagai agen kasih Allah yang nyata bagi anak-anaknya. Orang tua yang merasa ‘mampu’ dan dengan demikian tidak merasa perlu anugerah Tuhan untuk mendidik anak-anaknya tidak akan memainkan peranan sebagai agen (perantara) anugerah. Tidak ada orang yang dapat memberikan kasih dan anugerah lebih baik daripada orang yang menyadari bahwa dia membutuhkan kasih dan anugerah itu bagi dirinya sendiri. (dan)