SUAMI SEBAGAI AGEN KASIH ALLAH
Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya… Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. (Efesus 5:25, 28-30)
Bacaan Alkitab
Yesaya 54-58
Beberapa perempuan—ketika menyimak peran suami-istri dalam Efesus 5— menganggap bahwa peran kaum pria/suami lebih mudah dibandingkan peran kaum wanita/istri, karena dikatakan di sana, istri harus ‘tunduk’ sedangkan suami harus ‘mengasihi’. Bukankah mengasihi lebih mudah daripada tunduk? Namun kesimpulan yang demikian tentu bukan hasil dari pembacaan yang teliti, karena perintah untuk mengasihi dilanjutkan dengan keterangan, ‘sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya’. Mengasihi seperti Kristus telah mengaisihi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kristus tidak duduk di sorga mengungkapkan perasaan-Nya kepada kita. Kristus menyatakan itu semua melalui tindakan. Melalui pengorbanan. Dia mengejar kita secara aktif. Dia meninggalkan kemuliaan dan kenyamanan sorgawi untuk mendapatkan kita. Dia menanggung penderitaan yang mengerikan karena kita. Dia ‘menyerahkan nyawa-Nya’, sehingga tidak mungkin kita mengasihi seperti Kristus mengasihi, tanpa terluka.
Jika kita merenungkan bagian ini, bukankah kita disadarkan betapa kita begitu jauh dari standar itu? Itu menuntut kita untuk mati terhadap diri sendiri dari waktu ke waktu. Beberapa pengorbanan bagi istri mungkin terlihat remeh dibandingkan salib Kristus; ketika para suami mengganti popok anak, mengerjakan pekerjaan rumah, makan makanan yang disukai istri tapi kurang disukai suami—hal-hal yang terlihat remeh namun berperan untuk mematikan ego diri kita dari waktu ke waktu. Dan lebih dalam, mengapa Kristus mengorbankan diri-Nya? Yaitu, ‘untuk menguduskannya…supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. (ay 26-27)’ Kristus mempersiapkan kita untuk berjumpa dengan Allah. Dalam pemahaman yang sama, suami mengasihi istri seperti Kristus, untuk pengudusan istri—suami bertanggung jawab mengasihi, memimpin, mengorbankan diri sehingga istri mengalami pengudusan, semakin dekat dengan Kristus dan makin serupa Dia. Jadi perintah ini bukan hal yang ringan, bukan juga hal yang berat. Ini hal yang mustahil. Itulah kenapa kita perlu terus berpegang pada kuasa Roh Kudus yang melampaui kekuatan kita. (dan)