SEKALI LAGI – SIKAP HATI
¹⁰Tetapi pada malam itu juga segera saudara- saudara di situ menyuruh Paulus dan Silas berangkat ke Berea. Setibanya di situ pergilah mereka ke rumah ibadat orang Yahudi. ¹¹Orang- orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian. ¹²Banyak di antara mereka yang menjadi percaya; juga tidak sedikit di antara perempuan-perempuan terkemuka dan laki-laki Yunani.(Kisah Para Rasul 17)
†Bacaan Alkitab
Ayub 41-42
Wahyu 11
Amsal 22:24-25
Seseorang bercerita tentang percakapannya dengan sahabat²-nya yang telah meninggalkan gereja mereka untuk mendirikan sebuah gereja baru. Langkah pertama yang dilakukan 9leh gereja baru ini dengan cara mengundang hamba² Tuhan yang “terkenal” – tentu saja untuk menghimpun orang² agar beribadah di gereja tersebut. Salah satu klaim yang mereka sampaikan kepada seseorang ini adalah mereka bertumbuh dengan penyampaian Firman yang dikhotbahkan oleh pengkhotbah² tamu tersebut. Lalu seseorang ini menanyakan bagaimana mereka memiliki proses dan disiplin untuk membaca & merenungkan Firman TUHAN. Jawabannya sungguh mengejutkan, bahwa untuk bertumbuh tidak terlalu penting memberi asupan dari pembacaan Firman TUHAN. Seseorang ini hanya termangu mendengar jawaban demikian karena seolah diperhadapkan pada sebuah kemustahilan, yakni bertumbuh tanpa Firman Tuhan. Sementara judul perikop 2 Timotius 3:10-17 menyebutkan bahwa pertumbuhan iman terjadi dalam pembacaan Kitab Suci.
Kembali pada kisah yang diceritakan oleh Lukas pada bacaan di atas; jelas sekali membicarakan kualitas hidup orang² Yahudi yang lebih baik hatinya dibanding rekan² mereka di Tesalonika. Kalau kita mencoba mencari relasi sebab akibat maka setidaknya ada 2 (dua) hal yang mengakibatkan kualitas kehidupan yang lebih baik dalam diri orang² Yahudi di Berea, yakni:
- SIKAP terhadap Firman TUHAN. Terjemahan Baru (TB) menggunakan anak kalimat “dengan segala kerelaan hati“, terjemahan lain: “menyambut Firman dengan segenap kerinduan” (ILT3), sementara dalam bahasa Yunani menggunakan kata προθυμία (prothumia) yang dapat diartikan sebagai sebuah semangat, keinginan dan kerinduan yang menggebu dan KJV menggunakan istilah readiness of mind yang bisa diartikan secara bebas sebagai sebuah kesiapan hati terhadap kebenaran dan kuasa Firman TUHAN.
- Tidak berhenti pada kesiapan hati saja, tetapi juga melakukan interaksi dan relasi dengan Firman TUHAN dalam personal encounter yang mereka bangun melalui pembacaan, penyelidikan dan penelaahan Alkitab. Bagaimana mereka bisa bertumbuh dalam karakter, itu dikarenakan mereka siap dibentuk oleh Allah melalui Firman-Nya.
Di sinilah tantangan disiplin kehidupan orang² percaya sedang ditantang, apakah kita memiliki respek yang baik dan benar terhadap Firman TUHAN? Apakah kita memiliki respon yang tepat dengan memiliki kesiapan hati untuk diintervensi, dikoreksi, dievaluasi, diwarnai dan diarist bawahi oleh Firman TUHAN – tentu saja melalui proses baca renungkan & lakukan. Atau sebaliknya, kita begitu tertarik dengan klaim² pertumbuhan rohani dengan program shortcut yang meniadakan proses bertekun dalam pembacaan Firman TUHAN; atau klaim mengasihi & mengenal TUHAN dalam bentukan pelayanan yang dikerjakan tanpa relasi intim melalui Firman-Nya sehingga Sang Tuan yang punya pelayanan menghardik kita dengan perkataan: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:23).
DOA: Permohonanku TUHAN, tolong dan anugrahi aku dengan hati yang sungguh rindu dan siap akan Firman-Mu. Berikan aku hikmat dan kepekaan terhadap roh² dunia yang menyesatkan bahwasannya aku bisa bertumbuh tanpa Firman TUHAN dan tanpa relasi yang terbangun dengan- Mu. Amin.
-JP