PROSES BERTEOLOGI: KONSISTENSI PIKIRAN DAN PERBUATAN
8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.
Phi 4:8-9 ITB
Kita semua adalah teolog, yang dalam satu atau banyak kesempatan, kita mengenal, memikirkan dan menyatakan Allah dalam kehidupan kita. Sebagai seorang teolog, kita terus berusaha memiliki konsistensi antara pikiran dan perbuatan di dalam menjalani proses berteologi. Konsistensi ini adalah hal yang penting karena teologi tidak dapat dipisahkan antara teori dan praktik. Sehingga setiap teori dan konsep tentang Allah yang kita pahami dan miliki, seharusnya terpancar keluar melalui apa yang kita lakukan. Dan sebaliknya, semua yang kita lakukan dan perbuat seharusnya berasal dari konsep dan teori yang benar tentang Allah yang kita sembah.
Sebagai contoh, kita mengenal dan memahami bahwa Allah adalah kudus dan suci. Apakah hidup kita juga dijalankan di dalam kekudusan dan kesucian seperti Allah yang kita kenal? Atau, kita mengenal bahwa Allah adalah benar dan adil. Apakah kita juta menyatakan kebenaran dan keadilan di dalam hidup kita, sebagai tanda pengenalan kita akan Allah? Sangat mudah untuk berteologi, tanpa menyatakannya dalam kehidupan kita. Atau sebaliknya, sangat mudah untuk hidup sesuka hati tanpa didasarkan pada pengenalan yang jelas tentang Allah yang kita sembah. Masalahnya, Allah tidak memilih dan memanggil kita untuk hidup di jalan yang mudah tersebut. Allah menyelamatkan kita dan membawa kita ke jalan salib, yang penuh dengan pergumulan. Jalan itu diberikan untuk membentuk hidup kita memiliki konsistensi antara teologi yang kita miliki dengan tindakan yang kita lakukan. Ini bukan jalan yang mudah, tetapi anugera Allah cukup bagi kita. Maukah kita membuka hati dibentuk oleh Allah untuk memiliki konsistensi tersebut? -WS