IDENTITAS: ANAK ALLAH

Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak- anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; (Yoh 1:12)

Bacaan Alkitab

2 Tawarikh 31-32

Pertanyaan tentang identitas menjadi pertanyaan setiap manusia—siapa diri kita? Banyak orang berusaha menjawab pertanyaan ini dengan berbagai upaya. Beberapa mencari identitas pada suatu hal mereka miliki dari lahir—‘aku orang Bali’, ‘aku anaknya bapak X’, dll—beberapa lainnya mencoba mencari dan menemukan identitas berdasarkan apa yang mereka capai—‘aku pendiri perusahaan A’, ‘aku juara umum turnamen B’, ‘aku seorang milyuner’, ‘aku seorang dokter spesialis, dsb. Sekilas sepertinya tidak ada masalah dengan hal ini, karena itu lah yang dilakukan semua orang. Tanpa sadar masing-masing kita berusaha membentuk identitas kita—dengan apa kita akan memperkenalkan diri kita kepada orang lain. Namun jika tidak diwaspadai hal ini akan membawa kita pada jebakan-jebakan identitas yang mematikan.

Robert S. McGee dalam bukunya The Search for Significance mengarahkan kita untuk menyadari bahaya ini, bahwa banyak di antara kita terlah masuk dalam jebakan perbuatan—saya harus memenuhi/melakukan standart tertentu—dan kecanduan penerimaan—saya harus diterima oleh orang-orang tertentu—dalam membentuk identitas diri kita. Dan inilah rumus kebohongan iblis itu, Nilai Diri = Perbuatan Anda + Pendapat Orang Lain. Semakin kita mengikuti kebohongan ini, semakin kita terikat olehnya, dan dilumpuhkan olehnya. Coba pikirkan, ketika semua hal yang kepadanya kita menggantungkan identitas kita (orang tua, prestasi, jabatan, materi, dsb) itu diambil dari kita, maka siapa kita sesungguhnya? Bagi banyak orang, kehilangan semua itu adalah mimpi buruk karena kehilangan itu berarti kehilangan sumber identitas. Oleh karenanya, mereka terus berlari sekencang mungkin, bekerja lebih keras lagi, bahkan menyenangkan lebih banyak orang lagi, demi untuk mempertahankan sumber identitas itu! Dan itulah esensi dari perbudakan. Itulah esensi dari penyembahan berhala. Kita diikat dan diperhamba oleh prestasi, penerimaan, dan semua hal yang kepadanya kita menggantungkan identitas kita. Sekali lagi, siapa Anda sesungguhnya—ketika semua berhala itu dihilangkan?

Ayat ini memberikan kelegaan dari semua pencarian dan pengejaran identitas kita, yaitu bahwa ketika Kristus membebaskan kita dari perbudakan dosa, ketika kita percaya dan menerima karya anugerah pembebasan-Nya, kita adalah anak-anak Allah. Itulah identitas yang diberikan-Nya kepada kita. Identitas yang tidak bisa diambil dari kita. Identitas yang melepaskan kita dari keterikatan kita pada prestasi, perbuatan, penerimaan. Identitas yang memberikan kelegaan—yang kita dapatkan bukan karena usaha kita, tetapi karena anugerah Allah bagi kita. -Dan