SONSHIP: ALLAH YANG MENGUTUS ROH ANAKNYA

Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.
(Galatia 4:4-5)

Bacaan Alkitab
Yosua 3-5

Roma 8:29-30 merupakan salah satu ayat yang menjelaskan karya Allah dari awal sampai akhir. Teks tersebut menuliskan demikian, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Setidaknya ada lima kata kerja dalam ayat ini, yaitu ‘dipilih’, ‘ditentukan’, ‘dipanggil’, ‘dibenarkan’, dan ‘dimuliakan’. Karya Allah dalam diri orang percaya tidak berhenti pada satu titik saja.
Di Jumat Agung yang lalu kita telah mengingat dan merenungkan kembali karya penebusan yang dilakukan Allah melalui pengorbanan Kristus Yesus. Tentu saja karya penebusan ini menjadi salah satu karya yang begitu penting bagi kita, orang berdosa. Semua hukuman kita ditanggung oleh Kristus. Dosa kita dihapuskan. Kita dibebaskan. Namun jika kita berhenti hanya sampai di titik penebusan saja, maka kita kehilangan suatu hal yang begitu penting dan unik yang membentuk status diri kita dalam kekristenan. Galatia 4 menyingkapkan sebuah kebenaran penting bahwa Allah tidak hanya menebus kita dari hutang dosa, namun juga mengangkat kita menjadi anak- Nya. Status kita tidak hanya diubahkan dari ‘orang berdosa’ menjadi ‘orang yang dibenarkan/ dihapuskan dosanya’, melainkan dari ‘orang berdosa yang layak dihukum’ menjadi ‘anak milik kepunyaan-Nya’. Dari ‘orang berdosa’ menjadi ‘orang benar’ adalah seperti berpindah dari titik negatif (-) ke titik nol (0). Namun Allah tidak melepaskan kita di titik nol saja lalu kita berupaya menjalani kehidupan Kristen kita dengan kekuatan diri untuk mencapai perkenanan Allah. Allah membawa kita dari titik negatif (-) sebagai orang yang patut dihukum, ke titik positif (+) sebagai anak-anak-Nya.
Renungkan kembali hal ini dan sadari betapa besar anugerah-Nya yang diberikan pada kita; seorang terdakwa yang tidak hanya dibebaskan dari hukuman namun juga diangkat sebagai anak Raja. Perubahan status yang drastis, yang harusnya membuat kita semakin tunduk dalam ucapan syukur dan kegentaran ketika menyadarinya. -Dan