BUKAN SEMBARANG BER-IMAN

†¹⁴Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? . . . ¹⁸Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” ¹⁹Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. (Yakobus 2)
¹⁶Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorang pun yang dibenarkan” oleh karena melakukan hukum Taurat. (Galatia 2)

Bacaan Alkitab
Yehezkiel 17
Amsal 27:7-9

Melanjutkan bahasan kita tentang dialog antara Iman & Perbuatan, maka sangatlah penting bagi kita untuk memaknai iman tersebut. Iman seperti apa yang dimaksudkan oleh bacaan kita di atas.

Definisi umum yang sering dirujuk adalah Ibrani 11:1 – ¹Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Yang tidak jarang dari definisi ini diaplikasikan dalam wujud doa yang tidak bernuansa permohonan, melainkan menjadi klaim² yang ditujukan kepada TUHAN atas nama ber-iman (dan harus ber-iman).

Bila kita berangkat dari ayat 14 tentang pertanyaan retorik: “Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” maka dengan mudahnya akan muncul kesimpulan bahwa iman saja tidak cukup, harus ditambahkan perbuatan agar dapat menyelamatkan dia. Lalu muncullah pemahaman teologis keselamatan akan didapat ketika seseorang percaya kepada Kristus ditambah dengan perbuatan²-nya. Dan rumusan matematika-nya menjadi 50% + 50% = Selamat. Pertanyaan yang perlu dinaikkan antara lain:

  • Apakah karya salib Kristus kurang sempurna sehingga perlu ditambahkan dengan humanistic virtue atau kebajikan/kebaikan hidup manusia untuk mendapatkan keselamatan?
  • Bila demikian apakah keselamatan masih bisa/ pantas disebut sebuah ANUGERAH yang diberikan Allah secara cuma² atau GRATIS (dari akar kata GRATIA → GRACE) kalau ternyata masih ada sumbangsih manusia di dalamnya?

Umumnya kita memiliki pemahaman iman itu yang dipaparkan dalam 3 unsur, yakni iman pengetahuan, iman pengakuan atau iman keyakinan, dan iman perbuatan. Kita seharusnya melihat apa yang diungkapkan oleh Yakobus ini di ranah iman perbuatan. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Yakobus sendiri dalam ayat 18 – aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan²-ku. Bahasa kekinian: Mempertontonkan IMAN melalui perbuatan.

Tentu iman yang dimaksud bukanlah sekedar iman pengetahuan yang hanya percaya kepada Allah, karena kalau tataran-nya hanya demikian maka disebutkan setan²-pun percaya kepada Allah yang satu (ayat 19). Saya yakin, tataran iman kita tidak sama dengan setan² ini. Marikita nyatakan IMAN di dalam/ melalui perbuatan² kita, yang pasti tujuannya adalah untuk meninggikan dan memuliakan TUHAN. -JP