ASLI DI ANTARA PALSU: UJILAH SEGALA SESUATU

Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. 1 Yohanes 4:1

Bacaan Alkitab
2 Timotius 2:1-26

Nampaknya setiap kita tidak asing dengan kata uji/ujian. Dalam KBBI, uji adalah percobaan untuk mengetahui mutu sesuatu (ketulenan, kecakapan, ketahanan, dsb). Uji diperlukan agar kita bisa mengetahui apakah objek yang diuji itu benar, layak, tepat guna, dlsb. Seorang guru akan menguji nara didiknya untuk memastikan apakah nara didiknya sudah memahami apa yang telah diajarkannya. Saat ini para ilmuwan di bidang medis sedang berjuang untuk terus menguji vaksin-vaksin berkenaan dengan virus corona. Bahkan ketika vaksinasi sudah dilakukan di beberapa negara, kita mendengar ada negara-negara tertentu yang menolak vaksin karena menganggap bahwa vaksin yang ada saat ini belum teruji dengan maksimal. Dari sini kita menyadari bahwa menguji adalah hal yang begitu dekat dengan kehidupan kita, yang hampir setiap hari kita lakukan dalam aspek-aspek kehidupan kita.
Lalu bagaimana dengan kehidupan kerohanian kita? Saat ini kita tengah dibanjiri oleh informasi dari berbagai sumber melalui media-media yang adaYoutube, WA, Instagram, dsb. Tidak jarang informasi itu juga terkait dengan issue-issue rohanibagaimana seseorang menjabarkan firman, bagaimana seseorang mengaitkan sebuah fenomena actual dengan iman, dsb. Dalam hal ini pun tentu saja diperlukan sikap kritis kita untuk menguji. Rasul Yohanes mengatakan, ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul Kita sadar ada banyak hoax yang bisa tersebar, ada banyak pengajaran yang salah yang bisa kita terima, ada banyak penjelasan firman yang tidak alkitabiah yang bisa masuk ke telinga kita. Apakah kita akan menelan semuanya begitu saja? Apakah kita akan termakan oleh fanatisme buta dengan mengatakan, Kalau si A yang ngomong pasti benar? Ataukah kita akan tetap memiliki sikap kritis untu menguji segala sesuatu, tanpa menghilangkan ketulusan hati kita untuk menerima firman dan kebenaran. Ketulusan tanpa sikap kritis adalah naif. Kritis tanpa ketulusan adalah sombong dan berbahaya. Milikilah keduanya untuk kita mengenal dan hidup dalam kebenaran. Chris