Hari Ke-21
KETIKA ALLAH MENDESAH
—
Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!”, artinya: Terbukalah!
(Markus 7:34)
—
Mungkin pria ini gagap. Mungkin ia cadel. Mungkin karena tuli, ia tidak pernah belajar mengucapkan kata dengan benar. Yesus yang menolak mengeksploitasi situasi ini, mengajak pria ini menyingkir. DIA memandang lekat wajahnya. Karena tahu percuma saja berbicara. Dia menjelaskan apa yang akan dilakukan-Nya melalui gerak tubuh. DIA meludah dan menyentuh lidah pria itu, mengatakan padanya bahwa apa pun yang membatasi kemampuan bicaranya akan segera disingkirkan. DIA menyentuh telinganya. Sepasang telinga itu, untuk pertama kalinya akan mendengar.
Namun, sebelum pria ini mengucapkan satu kata atau mendengar suara, Yesus melakukan sesuatu yang tak pernah saya harapkan.
Dia mendesah. Saya tidak pernah memiliki pemikiran tentang Allah yang mendesah. Dalam pikiran saya, Allah adalah Pribadi yang memberi perintah. Dalam pikiran saya, Allah adalah Pribadi yang membangkitkan orang mati dengan perintah atau menciptakan alam semesta dengan Perkataan … tetapi Allah yang mendesah?
Ketika Yesus memandang mata korban Setan itu, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah mendesah. “Seharusnya tidak begini,” ujar desahan itu. “Telingamu tidak diciptakan tuli; lidahmu tidak diciptakan gagap.” Ketidak seimbangan semua itulah yang membuat Sang Tuan merana.
Dan harapan kita terletak pada penderitaan Yesus. Jika DIA tidak mendesah, kita akan berada dalam kondisi yang menyedihkan. Kalau saja DIA menghindarinya atau cuci tangan atas sega!a kekacauan itu, harapan apa yang kita miliki? Akan tetapi, DIA tidak melakukannya. Desahan kudus itu meyakinkan kita bahwa Allah masih mengerang bagi umat-Nya. DIA mengerang untuk hari ketika semua desahan diredakan, ketika apa yang menjadi tujuan semula terjadi.