BERANI HIDUP TRANSPARAN

Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkaptingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya. Kemudian mereka menghadap raja dan menanyakan kepadanya tentang larangan raja: “Bukankah tuanku mengeluarkan suatu larangan, supaya setiap orang yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, akan dilemparkan ke dalam gua singa?” Jawab raja: “Perkara ini telah pasti menurut undang-undang orang Media dan Persia, yang tidak dapat dicabut kembali.”
Daniel 6: 10-12

Salah satu modal yang harus dimiliki manusia agar bisa hidup transparan dan menikmati kebebasan di dalam kebenaran adalah keberanian. Berani hidup apa adanya dengan apa yang dia yakini benar di hadapan Allah. Tentu berani hidup apa adanya di dalam kebenaran, ada resikonya, karena dengan demikian kita mungkin berbeda dengan orang lain, kita suatu saat pasti bertentangan dengan dunia yang berdosa ini. Itulah hidup di dalam iman Kristen. Itulah yang dialami Daniel dalam bagian firman Tuhan yang kita kutip di atas. Dia berani hidup apa adanya dengan apa yang dia percayai tentang suatu kebenaran di hadapan Allah. Iman itu yang selalu menyatu dengan keberadaannya. Yang walaupun ada perintah yang resiko pelanggarannya adalah dibuang ke dalam gua singa (kematian, karena dimakan singa), ia tetap hidup transparan, yaitu berdoa sebagaimana yang biasa dia lakukan setiap hari. Iman itu yang memberi dia keberanian untuk hidup apa adanya sebagaimana yang Tuhan mau, Iman yang membumi. Kalau Daniel mau hidup di dunia seperti sekarang ini, memiliki banya alasan agar dia tidak berdoa selama beberapa waktu, tunggu suasana memungkinkan. Cari rasa amanlah, kalau boleh dikatakan begitu. Atau berpikir aman, kan saya
sudah dapat jabatan yang tinggi, ngapain bikin macam-macam yang buat kegaduhan. Daniel tidak berpikir sepraktis begitu. Bagi dia, iman
kepada Allah harus dihidupi dimana dan kapan saja, beresiko atau tidak. Makanya tetap saja dia berdoa kepada Allah, walaupun dia tahu,
kematian menunggu jika demikian. Dan ternyata Allah tidak pernah meninggalkan orang-orang seperti ini, justru dipakai untuk menjadi
saksi. Hal ini memotifasi kita agar orang-orang percaya pada akhir jaman ini, memiliki keberanian untuk hidup didalam iman yang kita
percayai akan Allah, apakah di dalam rumah tangga, di tengah pengelolaan bisnis kita. -FD