IMAN DALAM PERGAULAN
Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia mendapat tujuh anak lakilaki dan tiga anak perempuan. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Ayub 1:1-3
Pelajaran penting lain yang dapat kita pelajari dari Ayub adalah tentang bagaimana ia mampu menyatakan kehidupan imannya didalam pergaulan. Pernyataan yang ditegaskan dalam ayat 1 menginformasikan bahwa Ayub bukan hanya saleh dan jujur dalam bisnisnya, akan tetapi juga menunjukkan bahwa ia juga mampu membangun pergaulan yang baik di lingkungannya. Paling tidak ia memiliki hubungan atau relasi yang baik dengan budak atau pekerja-pekerjanya. Budak dan pekerja-pekerjanya juga melihat Ayub sebagai orang yang takut akan Allah, saleh dan jujur. Selain itu, kedatangan ketiga sahabat Ayub, ketika Ayub mengalami duka yang mendalam, juga menunjukkan bahwa Ayub memiliki
pergaulan dan relasi yang baik dengan sahabat-sahabatnya. Sahabat yang menangis saat Ayub menangis, bahkan rela duduk diam bersama dalam duka selama tujuh hari (Ayb. 2:11-13). Pada masanya, tentu saja ada banyak hal yang mungkin bertentangan dengan iman Ayub. Misalnya: ada orang yang menjalankan atau mungkin mengajak Ayub untuk menjalankan bisnis yang kotor, ada orang yang menyembah berhala, ada teman yang suka menipu, ada rekan bisnis yang tidak jujur, dan orang-orang yang jahat lainnya. Akan tetapi Ayub mampu menempatkan diri dan menjaga kehidupan imannya didalam membangun pergaulan, baik dilingkaran dunia kerja, tetangga, sahabat, dan bahkan masyarakat. Ia selalu menjaga relasinya dengan Allah, agar mampu membangun pergaulan yang memperkenankan hati Allah, dan mengajarkannya kepada anak-anaknya (Ayb. 1:5). Bahkan Alkitab memberi penekanan: Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa. Keberadaan orang percaya tidak bisa dilepaskan dari masyarakat atau lingkungan dimana ia berada. Bahkan Allah memilih dan memanggil umat-Nya bukan untuk menjadi orang asing, yang hidup menyendiri terpisah dari masyarakat. Allah menebus, menguduskan, dan menyelamatkan bukan supaya kita hidup dalam tembok gereja, dan sibuk membangun menara-menara yang tinggi. Allah ingin agar umat-Nya hidup berdampingan dengan masyarakat, hadir di tengah-tengah masyarakat, untuk
menyatakan kasih dan kebaikan Allah bagi umat manusia. Pergaulan adalah salah satu cara yang dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan kabar baik. Untuk itu, gereja dan orang Kristen tidak boleh mengisolasi diri atau bersikap kompromi demi diterima oleh lingkungan, melainkan harus bisa menempatkan diri secara tepat. Menjadi sahabat sekaligus warga masyarakat yang bersaksi bagi Tuhan.
-SP
Refleksi: bagaimana dengan pergaulan saya dan Anda? Sudahkah saya dan Anda menjadi berkat bagi orang lain, dan memuliakan nama Tuhan?