IMAN SANG Rabu KEPALA KELUARGA (2)

7Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang. 1 Petrus 3

Perenungan pada hari ini, saya ingin mengajak kita semua untuk membahas kata-kata yang luar biasa bila didalami, yang semakin menandaskan betapa penting dan krusialnya hal ini tatkala dikerjakan atau dilakukan oleh seorang laki-laki yang disebut sebagai SUAMI.

Hiduplah Bijaksana kata bijaksana ini tidak diterjemahkan dengan kata Wise melainkan dengan Knowledge yang arti secara harafiah adalah pengetahuan/pengertian. Dengan kata Yunani ginosko yang juga memiliki pengertian sebagai pengetahuan/pengertian yang berkandungan
pada sebuah pengalaman dan terkait dengan relasi yang mendalam. Sepintas mungkin kita akan mengaitkan hal relasi ini adalah dengan seorang istri atau mungkin kita paraphrase sebagai berikut: hiduplah bijaksana dalam relasi dengan istrimu. Saya lebih melihat relasi dengan istri merupakan akibat dari sesuatu yang bernilai intrisik, yang lebih bersifat bathiniah, nilai yang tidak kelihatan yang memberikan pengaruh dalam bersikap dari seorang suami, sehingga relasi yang terutama dari seorang suami adalah dengan Tuhan kehidupan ber-iman-nya seorang suami. Karena relasi dengan Tuhan (Iman) seorang suami akan memberikan dampak terhadapnya untuk bagaimana ia memandang dan menempatkan istri-nya, yang bukan hanya sebagai kaum yang lebih lemah tetapi juga sebagai rekan pewaris kasih karunia Allah.

Teman Pewaris dari Kasih Karunia mungkin sederhananya kita bandingkan dengan sebuah rekening bank yang di-atas-nama-kan dua pihak, sehingga ketika kita hendak menarik dananya maka hal itu hanya bisa didapatkan bila kedua belah pihak menandatangani. Dengan kata lain, bila hanya satu pihak saja maka kita tidak bisa mendapatkan dana yang kita inginkan. Demikianlah kurang lebihnya kasih karunia Allah yang adalah kehidupan, di dalam kehiduapn dan melalui kehidupan hanya dapat kita terima tatkala kita menempatkan pasangan kita dengan tepat tentu saja di dalam perspektif iman orang-orang percaya. Maka tidak mengherankan bila seorang suami tidak bisa menempatkan istrinya dalam baik, mungkin karena pemahaman iman yang keliru maka ia akan melihat akibatnya di dalam kehidupan rumah tangganya. Bagaimana dengan kita? -JP