DIALOG: SISI INKLUSIF GEREJA

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
MATIUS 28:19-20
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
(Roma 12:2).

Sebagai bagian dari gereja Injili, GKA Zion yang kita cintai ini pastinya dipandang cukup skeptis oleh orang-orang Kristen dari kalangan lainnya terkait dengan banyaknya ketidakterlibatan gereja dalam kegiatan dialog antar umat. Bagi mereka, kaum Injili belum terlibat dalam dialog antarumat beragama lebih disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: pertama, kekuatiran terjadinya sinkretisme melalui dialog; kedua, kekuatiran akan disalahmengerti mengenai keterlibatan dalam dialog; ketiga, dialog tidak dibutuhkan dalam penginjilan karena yang dibutuhkan adalah pendampingan pastoral Kristen; dan yang keempat lebih dikarena kekuatiran akan terjadinya kemunduran dalam penginjilan. Beberapa kemungkinan di atas bisa saja benar, tetapi tidak menutup juga peran ilahi dalam hal ini Roh Kudus yang terus bekerja di kalangan orang percaya yang terus mengubah dan menerjemahkan semangat zaman dengan respon yang lebih positif dan terus memperbaiki diri. Masih ingat dalam benak kita bersama bahwa beberapa waktu lalu isu tentang perizinan dan pembangunan gereja di beberapa lokasi tanah yang dimiliki oleh GKA Zion Denpasar mengalami kendala yang tidak mudah. Sehingga akhirnya pelaksanaan pembangunan terus mengalami penundaan. Sesungguhnya realita ini diresponi dengan semangat gereja membuka pintu dialog dengan masyarakat sekitar. Yang artinya segala bentuk kekhawatiran dan kendala bahkan penolakan tidak selalu diresponi dengan pasif dan pasrah. Tuhan Yesus suatu kali pernah ditolak ketika memasuki kampung halamannya sendiri yakni Nasaret (Lukas 4:16-30). Yesus tidak datang dengan genderang perang dan membawa pedang, tetapi Dia datang ke rumah ibadah dan mengajar di sana. Meski Injil Lukas menceritakan bahwa akibat kerasnya pengajaran Yesus, membuat Dia dibuang di tepi tebing, atau pun sumber dari Injil Matius melengkapi bahwa apa yang diajarkan oleh Yesus tidak sesuai dengan ekspektasi pendengar, sehingga mereka kecewa dan mengusir Yesus (Mrk. 6:1-5; Mat. 13:53-58). Namun perhatikan apa yang terjadi di Nasaret, disana tidak ada mujizat artinya tempat yang harusnya mendapatkan berkat akhirnya terlewatkan. Dan juga perhatikan apa yang dilakukan oleh Yesus? Yesus tidak membalas segala penolakan itu, Dia pergi dan berjalan lewat di tengah-tengah mereka (Luk. 4:30). Bahkan dikesempatan lain, ketika Yesus mengutus para muridnya untuk belajar melayani dan memberitakan Injil, ada nasehat yang diberikan bahwa apabila mereka menemukan kendaal dan ditolak maka tinggalkan rumah dan kota itu dan kebaskanlah debu dari kakimu (Mat. 10:14). Fakta-fakta ini menjelaskan peran dialog dan menghindari pertikaian perlu dijunjung oleh gereja. Yesus selalu datang menjadi berkat. Kehadiran-Nya memberikan banyak mujizat. Gereja hadir juga dengan hal ini. Pergilah ke semua bangsa dan berdialoglah dengan mereka dalam damai dan kasih. Apabila ditolak maka pergilah dengan damai. Tuhan menyediakan ladang dan tempat yang baru bagi kita semua. -ANT