PANDANGAN MANUSIA
1Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. 2Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. 1 Korintus 4
Ada sebuah guyonan yang sering kita dengar pergeseran tradisi kristiani di meja makan di mana hal pertama yang dilakukan oleh seseorang sebelum menikmati makanan bukan lagi DOA melainkan mem-FOTO makanan tersebut, kemudian baru berdoa & menyantap makanan. Seorang hamba TUHAN memberikan sebuah penilaian bahwa kita sedang hidup dalam dunia gambar di mana mata dijadikan sarana untuk berespon terhadap gambar tersebut. Tentu saja gambar yang dimaksud bisa diartikan sebagai gambar statis ataupun dinamis, gambar diam dan gambar bergerak. Apalagi ditunjang dengan kemajuan zaman, di mana piranti-piranti teknologi sangat memungkinkan dipakai untuk mengabadikan peristiwa dan bukan untuk diri sendiri tetapi juga untuk dibagikan kepada orang lain (dikenal atau tidak dikenal) dengan cara mengunggahnya melalui media sosial dan lain sebagainya. Karena kita sedang hidup dalam zaman gambar, dan alat komunikasi yang dipakai adalah mata maka tanpa sadar hal ini sedang mengarahkan kita kepada cara hidup menampilkan diri/ memberi kesan kepada orang lain melalui KESAN sehingga manusia akan memberikan penilaian kepada manusia lain berdasarkan KESAN apa yang bisa diberikan & ditangkap. Zaman seperti ini adalah zaman yang sangat besar membuat manusia bisa terjebak, di mana originalitas manusia bisa dikalahkan oleh kesan yang dibuat manusia apalagi manusia (berdosa) lebih suka menggunakan topeng untuk menampilkan kesan yang diinginkan; kemunafikan menjadi karakter manusia yang memiliki ruang gerak lebih luas & bebas. Tentu saja ayat di atas tidak dibangun & dipahami dengan cara seperti itu. Kata memandang kami atau memperhitungkan kami lebih didasarkan pada karakter-karakter dasar yang dimiliki seseorang sebagai hamba Kristus yang bukan saja (sedang) dipercayakan tetapi juga ternyata dapat dipercayai. Dengan demikian, seorang penatalayan seharusnya adalah seseorang yang diberikan kepercayaan bukan karena KESAN yang dibangunnya tentang siapa dirinya melainkan karena ia layak menerima karena bagaimana ia hidup di mata TUHAN da di hadapan-Nya. -JP