KESETIAAN: KUNCI EMAS MEMASUKI FINISHING WELL (1)
Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. MATIUS 25:19-23
Dalam satu perusahan salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilannya dilihat dari indikator bahwa pekerjanya adalah orang yang memiliki dedikasi yang baik dan telah bekerja berpuluh-puluh tahun hingga akhirnya memasuki masa pensiun. Beberapa kali saya menyaksikan para owner selalu memberikan apresiasi atau penghargaan bagi yang memiliki loyalitas, dedikasi dan kesetiaan berupa materi seperti emas dalam bentuk apapun atau pun uang dengan nominal tertentu. dengan sebuah harapan bahwa pekerja tersebut akan semakin termotivasi dan rekan-rekan yang lainnya pun juga termotivasi untuk membuat prestasi yang sama atau bahkan lebih. Nah, membicarakan tentang kesetiaan seorang pekerja itu biasanya selalu didasari dengan kasih, artinya seseorang setia pada tuannya karena mencintai pekerjaan yang dilakukannya. Kesetiaan tidak datang dengan sendirinya namun perlu dilatih setiap saat, karena kesetiaan tidak dapat dibatasi oleh waktu maupun keadaan apa pun. Orang bisa dikatakan setia apabila kasih orang tersebut tidak mudah pudar meskipun dalam keadaan susah atau senang, baik atau tidak baik keadaannya. Maka dari itu perlu adanya hubungan dekat untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti kepribadian seseorang yang kita kasihi agar terwujud satu kesetiaan yang kokoh. Bagaimana dengan kesetiaan kita pada Tuhan? Di kala hidup kita tidak ada masalah dan baik-baik saja kita bisa berkata, “Tuhan itu baik bagiku.”, namun saat kita mengalami suatu proses yang mengharuskan kita untuk menderita bagi Tuhan, apakah kita tetap setia melayaniNya? Kesetiaan adalah suatu perjuangan dan perjuangan itu sendiri membutuhkan pengorbanan. Seperti halnya seorang sahabat akan dikatakan setia apabila ia dalam keadaan susah, sedih, menderita selalu ada untuk menghibur, menguatkan dan menolong kita, sebab seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan rela berkorban untuk sahabatnya, bahkan dikatakan, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13). Yesus adalah teladan pribadi yang setia; Ia setia sampai mati di atas kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Daud pun memiliki pengalaman betapa kesetiaan Tuhan itu tidak pernah berubah. Dikatakannya demikian, “Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-selamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.” (Mzm. 100:5). Perumpamaan di atas juga membicarakan kesetiaan yang sama. Bahwa pekerja yang diberi lima dan dua talenta memiliki kasih akan tuannya. Kasih itu pula yang mengikat dan menumbuhkan kecintaannya untuk berbuat yang terbaik untuk tuannya. Mari kita wujudkan kesetiaan itu melalui perbuatan, bukan hanya perkataan semata. Dalam keadaan apa pun tetaplah setia melayani dan melakukan kehendakNya. Orang setia akan beroleh mahkota kehidupan. Why 2:10b. -ANT